Thursday 3 April 2014

Thursday, April 03, 2014

Kisah Cinta Paling Sweet dan Indah Dalam Islam [Ada 10 Kisah]


Kisah 1 : Rasulullah Saw dan Khadijah binti Khuwailid
Teladan dalam kisah cinta terbaik tentunya datang dari insan terbaik sepanjang zaman iaitu Rasulullah Saw. Cintanya kepada Khadijah tetap abadi walaupun Khadijah telah meninggal. Alkisah ternyata Rasulullah telah memendam cintanya pada Khadijah sebelum mereka menikah. Saat sahabat Khadijah, Nafisah binti Muniyah menanyakan kesedian Nabi Saw untuk menikahi Khadijah maka Beliau menjawab: “Bagaimana caranya?” Ya, seolah-olah Beliau memang telah menantikannya sejak lama.

Setahun setelah Khadijah meninggal, ada seorang wanita shahabiyah yang menemui Rasulullah Saw, wanita ini bertanya, "Ya Rasulullah, mengapa engkau tidak menikah? Engkau memiliki 9 keluarga dan harus menjalankan seruan besar." Sambil menangis Rasulullah Saw menjawab, "Masih adakah orang lain setelah Khadijah?" Kalau saja Allah tidak memerintahkan Muhammad Saw untuk menikah, maka pastilah Beliau tidak akan menikah untuk selama-lamanya. Nabi Muhammad Saw menikah dengan Khadijah layaknya para lelaki. Sedangkan pernikahan-pernikahan setelah itu hanya karena tuntutan risalah Nabi Saw, Beliau tidak pernah dapat melupakan istri Beliau ini walaupun setelah 14 tahun Khadijah meninggal.

Masih banyak lagi bukti-bukti cinta dahsyat dan luar biasa islamik Rasulullah Saw kepada Khadijah. Subhanallah.



Kisah 2 : Rasulullah Saw dan Aisyah
Jika Rasulullah Saw ditanya siapa isteri yang paling dicintainya, Rasul menjawab ”Aisyah”. Tapi ketika ditanya tentang cintanya pada Khadijah, beliau menjawab “cinta itu Allah kurniakan kepadaku”. Cinta Rasulullah pada keduanya berbeza tapi keduanya lahir dari satu yang sama: pesona kematangan.

Pesona Khadijah adalah pesona kematangan jiwa. Pesona ini melahirkan cinta sejati yang Allah kirimkan kepada jiwa Nabi Saw. Cinta ini pula yang masih menyertai nama Khadijah tatkala nama tersebut disebut-sebut setelah Khadijah tiada sehingga Aisyah cemburu padanya. Sedangkan Aisyah adalah gabungan dari pesona kecantikan, kecerdasan, dan kematangan diri. Ummu Salamah berkata, “Rasulullah tidak dapat menahan diri jika bertemu dengan Aisyah.” 

Banyak kisah-kisah romantis yang menghiasi kehidupan Nabi Muhammad dan isterinya Aisyah. Rasulullah pernah berlumba lari dengan Aisyah. Rasulullah pernah bermanja diri kepada Aisyah. Rasulullah memanggil Aisyah dengan panggilan kesayangan ‘Humaira’. Rasulullah pernah disisirkan rambutnya dan masih banyak lagi kisah serupa tentang romantika suami-isteri. 


Kisah 3 : Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra
Cinta Ali bin Abi Thalib dan Fatimah luar biasa indah, terjaga kerahasiaanya dalam sikap, ekspresi, dan kata hingga akhirnya Allah menyatukan mereka dalam satu pernikahan. Ali terpesona pada Fatimah sudah lama, disebabkan oleh kesantunan, ibadah, kecekapan kerja dan paras rupa putri kesayangan Rasulullah Saw itu. Akhirnya Ali memberanikan diri dan ternyata lamarannya kepada Fatimah yang hanya bermodal baju besi diterima.

Di sisi lain, Fatimah ternyata telah memendam cintanya kepada Ali sejak lama. Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari setelah kedua menikah, Fatimah berkata kepada Ali: “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda dan aku ingin menikah dengannya”. Ali pun bertanya mengapa ia tetap mau menikah dengannya dan apakah Fatimah menyesal menikah dengannya. Sambil tersenyum Fathimah menjawab, “Pemuda itu adalah dirimu”


Kisah 4 : Umar bin Abdul Aziz
Umar bin Abdul Aziz, khalifah termasyhur dalam Bani Umayyah, suatu kali jatuh cinta pada seorang gadis namun istrinya, Fatimah binti Abdul Malik tak pernah mengizinkannya menikah lagi. Suatu saat dikisahkan bahwa Umar mengalami sakit akibat kelelahan dalam mengatur urusan pemerintahan. Fatimah pun datang membawa kejutan untuk menghibur suaminya. Ia menghadiahkan gadis yang telah lama dicintai Umar, begitu pun si gadis mencintai Umar. Namun Umar malah berkata: "Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Saya benar-benar tidak merubah diri saya kalau saya kembali kepada dunia perasaan semacam itu,"

Umar memenangkan cinta yang lain kerana memang ada cinta di atas cinta. Akhirnya ia menikahkan gadis itu dengan pemuda lain. Tidak ada cinta yang mati di sini. Kerana sebelum meninggalkan rumah Umar, gadis itu bertanya, "Umar, dulu kamu pernah mencintaiku. Tapi kemanakah cinta itu sekarang?" Umar bergetar haru, tapi ia kemudian menjawab, "Cinta itu masih tetap ada, bahkan kini rasanya lebih dalam!"


Kisah 5 : Abdurrahman ibn Abu Bakar
Abdurrahman bin Abu Bakar As Siddiq dan isterinya Atika, amat saling mencintai satu sama lain sehingga Abu Bakar merasa khawatir dan pada akhirnya meminta Abdurrahman menceraikan isterinya kerana takut cinta mereka berdua melalaikan dari jihad dan ibadah. Abdurrahman pun menuruti perintah ayahnya walaupun cintanya pada sang isteri begitu besar. Namun tentu saja Abdurrahman tak boleh melupakan isterinya. Berhari-hari ia larut dalam duka meski ia telah berusaha sebaik mungkin untuk lupa. Perasaan Abdurrahman itu pun melahirkan syair cinta indah sepanjang masa:


Demi Allah, tidaklah aku melupakanmu
Walau mentari tak terbit meninggi
Dan tidaklah terurai air mata merpati itu
Kecuali berbagi hati
Tak pernah kudapati orang sepertiku
Menceraikan orang seperti dia
Dan tidaklah orang seperti dia dithalaq karena dosanya
Dia berakhlaq mulia, beragama, dan bernabikan Muhammad
Berbudi pekerti tinggi, bersifat pemalu dan halus tutur katanya

Akhirnya hati sang ayah pun luluh. Mereka diizinkan untuk rujuk kembali. Abdurrahman pun membuktikan bahwa cintanya suci dan takkan mengorbankan ibadah dan jihadnya di jalan Allah. Terbukti ia syahid tak berapa lama kemudian.



Kisah 6 : Thalhah ibn ‘Ubaidillah
Satu hari ia berbincang dengan Aisyah, isteri Rasulullah, yang masih terhitung sepupunya. Rasulullah datang dan wajah beliau riak tak suka. Dengan isyarat, beliau meminta Aisyah masuk ke dalam bilik. Wajah Thalhah memerah. Ia undur diri bersama gumam dalam hati, “Beliau melarangku berbincang dengan Aisyah. Tunggu saja, jika beliau telah diwafatkan Allah, takkan kubiarkan orang lain mendahuluiku melamar ‘Aisyah.

Satu saat dibisikannya maksud itu pada seorang kawan, “Ya, akan kunikahi Aisyah jika Nabi telah wafat.”
Gumam hati dan ucapan Thalhah disambut wahyu. Allah menurunkan firmanNya kepada Nabi dalam ayat ke 53 surat Al Ahzab, “Dan apabila kalian meminta suatu hajat kepada isteri Nabi itu, maka mintalah pada mereka dari balik hijab. Demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka. Kalian tiada boleh menyakiti Rasulullah dan tidak boleh menikahi isteri-isterinya sesudah wafatnya selama-lamanya.”

Ketika ayat itu dibacakan padanya, Thalhah menangis. Ia lalu memerdekakan budaknya, menyumbangkan kesepuluh untanya untuk jalan Allah dan menunaikan haji dengan berjalan kaki sebagai taubat dari ucapannya. Kelak tetap dengan penuh cinta dinamainya putri kecil yang disayanginya dengan nama Aisyah. Aisyah binti Thalhah. Wanita jelita yang kelak menjadi permata zamannya dengan kecantikan, kecerdasan, dan kecemerlangannya. Persis seperti ‘Aisyah binti Abi Bakr yang pernah dicintai Thalhah. Subhanallah.


Kisah 7 : Kisah Cinta yang Membawa ke Syurga
Al-Mubarrid menyebutkan dari Abu Kamil dari Ishaq bin Ibrahim dari Raja' bin Amr An-Nakha'i, ia berkata, "Adalah di Kufah, terdapat pemuda tampan, dia sangat rajin dan taat. Suatu waktu dia berkunjung ke kampung dari Bani An-Nakha'.


Dia melihat seorang wanita cantik dari mereka sehingga dia jatuh cinta. Dan ternyata cintanya pada si wanita cantik tak bertepuk sebelah tangan. Kerana sudah jatuh cinta, akhirnya pemuda itu mengutus seseorang untuk melamar gadis tersebut. Tetapi si ayah mengabarkan bahwa putrinya telah dijodohkan dengan sepupunya. Walau demikian, cinta keduanya tak bisa padam bahkan semakin berkobar. Si wanita akhirnya mengirim pesan melalui seseorang untuk si pemuda, bunyinya, 'Aku telah tahu betapa besar cintamu kepadaku dan betapa besar pula aku diuji dengan kamu. Bila kamu setuju, aku akan mengunjungimu atau aku akan mempermudah jalan bagimu untuk datang menemuiku di rumahku.'


Dijawab oleh pemuda tadi melalui orang suruhannya, 'Aku tidak setuju dengan dua alternatif itu, sesungguhnya aku merasa takut bila aku berbuat maksiat pada Rabbku akan azab yang akan menimpaku pada hari yang besar. Aku takut pada api yang tidak pernah mengecil nyalanya dan tidak pernah padam kobaranya.'


Ketika disampaikan pesan tadi kepada si wanita, dia berkata, "Walau demikian, rupanya dia masih takut kepada Allah? Demi Allah, tak ada seseorang yang lebih berhak untuk bertaqwa kepada Allah dari orang lain. Semua hamba sama-sama berhak untuk itu." Kemudian dia meninggalkan urusan dunia dan menyingkirkan perbuatan-perbuatan buruknya serta mulai beribadah mendekatkan diri kepada Allah. Akan tetapi, dia masih menyimpan perasaan cinta dan rindu pada sang pemuda. Tubuhnya mulai kurus karena menahan rindunya, sampai akhirnya dia meninggal dunia kerananya. Dan pemuda itu seringkali berziarah ke kuburnya, Dia menangis dan mendoakanya. Suatu waktu dia tertidur di atas kuburnya. Dia bermimpi berjumpa dengan kekasihnya dengan penampilan yang sangat baik. Dalam mimpi dia sempat bertanya, "Bagaimana keadaanmu? Dan apa yang kau dapatkan setelah meninggal?"


Dia menjawab, "Sebaik-baik cinta wahai orang yang bertanya, adalah cintamu. Sebuah cinta yang dapat mengiring menuju kebaikan."

Pemuda itu bertanya, "Jika demikian, kemanakah kau menuju?" Dia jawab, "Aku sekarang menuju pada kenikmatan dan kehidupan yang tak berakhir. Di Surga kekekalan yang dapat kumiliki dan tidak akan pernah rosak."


Pemuda itu berkata, "Aku harap kau selalu ingat padaku di sana, sebab aku di sini juga tidak melupakanmu." Dia jawab, "Demi Allah, aku juga tidak melupakanmu. Dan aku meminta kepada Tuhanku dan Tuhanmu (Allah SWT) agar kita nanti boleh dikumpulkan. Maka, bantulah aku dalam hal ini dengan kesungguhanmu dalam ibadah."
Si pemuda bertanya, "bila aku boleh melihatmu?" Jawab si wanita: "Tak lama lagi kau akan datang melihat kami." Tujuh hari setelah mimpi itu berlalu, si pemuda dipanggil oleh Allah menuju kehadiratNya, meninggal dunia.

Hmm, sebuah kisah cinta yang agung dengan berdasarkan janji bertemu di syurga. Luar biasa. AllahuAkbar.


Kisah 8 : Ummu Sulaim dan Abu Thalhah
Ummu Sulaim merupakan janda dari Malik bin Nadhir. Abu Thalhah yang memendam rasa cinta dan kagum akhirnya memutuskan untuk menikahi Ummu Sulaim tanpa banyak pertimbangan. Namun di luar dugaan, jawapan Ummu Sulaim membuat lidahnya menjadi kelu dan rasa kecewanya begitu menyesakkan dada, meski Ummu Sulaim berkata dengan sopan dan rasa hormat.

"Sesungguhnya saya tidak boleh menolak orang yang seperti engkau, wahai Abu Thalhah. Tapi sayang engkau seorang kafir dan saya seorang muslimah. Maka tak boleh bagiku menikah denganmu. Cuba engkau teka apa keinginan saya?"

"Engkau menginginkan dinar dan kenikmatan," kata Abu Thalhah.
"Sedikitpun saya tidak menginginkan dinar dan kenikmatan. Yang saya inginkan hanya engkau segera memeluk agama Islam," kata Ummu Sualim pantas.
"Tetapi saya tidak mengerti siapa yang akan menjadi pembimbingku?" tanya Abu Thalhah.
"Tentu saja pembimbingmu adalah Rasulullah sendiri," tegas Ummu Sulaim.

Maka Abu Thalhah pun bergegas pergi menjumpai Rasulullah Saw yang mana saat itu tengah duduk bersama para sahabatnya. Melihat kedatangan Abu Thalhah, Rasulullah Saw berseru, "Abu Thalhah telah datang kepada kalian, dan cahaya Islam tampak pada kedua bola matanya."


Ketulusan hati Ummu Sulaim benar-benar terasa mengharukan relung-relung hati Abu Thalhah. Ummu Sulaim hanya nak dinikahi dengan keislamannya tanpa sedikitpun tegiur oleh kenikmatan yang dia janjikan. Wanita mana lagi yang lebih pantas menjadi isteri dan ibu asuh anak-anaknya selain Ummu Sulaim? Hingga tanpa terasa di hadapan Rasulullah Saw lisan Abu Thalhah basah mengulang-ulang kalimat, "Saya mengikuti ajaran Anda, wahai Rasulullah. Saya bersaksi, bahwa tidak ada lain yang berhak diibadahkan kecuali Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusanNya."


Menikahlah Ummu Sulaim dengan Abu Thalhah, sedangkan maharnya adalah keislaman suaminya. Hingga Tsabit –seorang perawi hadits- meriwayatkan dari Anas, "Sama sekali aku belum pernah mendengar seorang wanita yang maharnya lebih mulia dari Ummu Sulaim, yaitu keislaman suaminya." Selanjutnya mereka menjalani kehidupan rumah tangga yang damai dan sejahtera dalam naungan cahaya Islam.


Kisah 9 : Kisah Seorang Pemuda yang Menemukan Epal
Alkisah ada seorang pemuda yang ingin pergi menuntut ilmu. Di tengah perjalanan dia haus dan singgah sebentar di sungai yang airnya jernih. Dia terus mengambil air dan meminumnya. tak berapa lama kemudian dia melihat ada sebiji epal yang terbawa arus sungai, dia pun mengambilnya dan segera memakannya. Setelah dia memakan segigit epal itu dia segera berkata "Astagfirullah"
Dia merasa bersalah kerana telah memakan epal milik orang lain tanpa meminta izin terlebih dahulu. "Epal ini pasti punya pemiliknya, begitu teruk sekali aku sudah memakannya. Aku harus menemui pemiliknya dan menebus Epal ini".

Akhirnya dia menunda perjalanannya menuntut ilmu dan pergi mencari pemilik epal dengan menyusuri sungai untuk sampai kerumah pemilik epal. Tak lama kemudian dia sudah sampai ke rumah pemilik epal. Dia melihat kebun epal yang epalnya tumbuh dengan lebat.

"Assalamualaikum...."


"Waalaikumsalam wr.wb.". Jawab seorang lelaki tua dari dalam rumahnya.



Pemuda itu dipersilahkan duduk dan dia pun terus mengatakan segala sesuatunya tanpa ada yang ditambahi dan dikurangi. Bahwa dia telah memakan epal yang terbawa arus sungai.

"Berapa harus kutebus harga epal ini agar kau redha epal ini aku makan pakcik". tanya pemuda itu. Lalu pak tua itu menjawab. "Tak usah kau bayar epal itu, tapi kau harus bekerja di kebunku selama 3 tahun tanpa dibayar, apakah kau nak?"

Pemuda itu tampak berfikir, kerana segigit epal dia harus membayar dengan bekerja di rumah pakcik itu selama tiga tahun dan itupun tanpa digaji, tapi hanya itu satu-satunya pilihan yang harus diambilnya agar pakcik itu redha epalnya ia makan."Baiklah pakcik, saya nak."

Alhasil pemuda itu bekerja di kebun pakcik pemilik epal tanpa dibayar gaji. Hari berganti hari, minggu, bulan dan tahun pun berlalu. Tak terasa sudah tiga tahun dia bekerja dikebun itu. Dan hari terakhir dia ingin mengucapkan selamat tinggal kepada pakcik pemilik kebun.

"Pakcik, sekarang waktu ku bekerja di tempatmu sudah berakhir, apakah sekarang pakcik redha kalau epalmu sudah aku makan?

Pakcik itu diam sejenak. "Belum."

Pemuda itu terkejut. "Kenapa pakcik, bukankah aku sudah bekerja selama tiga tahun di kebunmu."
"Ya, tapi aku tetap tidak redha jika kau belum melakukan satu permintaanku lagi."
"Apa itu pakcik?"
"Kau harus menikahi putriku, apakah kau nak?"
"Ya, aku nak." jawab pemuda itu.
Pakcik itu mengatakan lebih lanjut. "Tapi, putriku buta, tuli, bisu dan lumpuh, apakah kau nak?"

Pemuda itu berfikir, bagaimana tidak...dia akan menikahi gadis yang tidak pernah dikenalnya dan gadis itu cacat, dia buta, tuli, dan lumpuh. Bagaimana dia nak berkomunikasi nantinya? Tapi dia pun ingat kembali dengan segigit epal yang telah dimakannya. Dan dia pun menyetujui untuk menikah dengan anak pemilik kebun epal itu untuk mencari redha atas epal yang sudah dimakannya.

"Baiklah pakcik, aku setuju."


Segera pernikahan pun dilaksanakan. Setelah ijab kabul pemuda itu pun masuk kamar pengantin. Dia mengucapkan salam dan betapa terkejutnya dia ketika dia mendengar salamnya dibalas dari dalam kamarnya. Seketika itupun dia berlari mencari pakcik pemilik epal yang sudah menjadi mertuanya.

"Ayahanda...siapakah wanita yang ada didalam kamar pengantinku? Kenapa aku tidak menemukan isteriku?" Pakcik itu tersenyum dan menjawab. "Masuklah nak, itu kamarmu dan yang di dalam sana adalah isterimu."

Pemuda itu bingung. "Tapi ayahanda, bukankah isteriku buta, tuli tapi kenapa dia boleh mendengar salamku? Bukankah dia bisu tapi kenapa dia boleh menjawab salamku?"

Pakcik itu tersenyum lagi dan menjelaskan. "Ya, memang dia buta, buta dari segala hal yang dilarang Allah. Dia tuli, tuli dari hal-hal yang tidak pantas didengarnya dan dilarang Allah. Dia memang bisu, bisu dari hal yang sifatnya sia-sia dan dilarang Allah, dan dia lumpuh, kerana tidak boleh berjalan ke tempat-tempat yang maksiat."

Pemuda itu hanya terdiam dan mengucap "Subhanallah....." Dan mereka pun hidup berbahagia dengan cinta dari Allah.


Kisah 10 : Zulaikha dan Yusuf As.

Cinta Zulaikha kepada Yusuf As. konon begitu dalam hingga Zulaikha takut cintanya kepada Yusuf merosak cintanya kepada Allah Swt. Berikut sedikit ulasan tentang cinta mereka.


Zulaikha adalah seorang puteri raja sebuah kerajaan di barat (Maghrib) negeri Mesir. Beliau seorang puteri yang cantik menarik. Beliau bermimpi bertemu seorang pemuda yang menarik rupa parasnya dengan peribadi yang amanah dan mulia. Zulaikha pun jatuh hati padanya. Kemudian beliau bermimpi lagi bertemu dengannya tetapi tidak tahu namanya.

Kali berikutnya beliau bermimpi lagi, lelaki tersebut memperkenalkannya sebagai Wazir kerajaan Mesir. Kecintaan dan kasih sayang Zulaikha kepada pemuda tersebut terus berputik menjadi rindu dan rawan sehingga beliau menolak semua pinangan putera raja yang lain. Setelah bapanya mengetahui isihati puterinya, bapanya pun mengatur risikan ke negeri Mesir sehingga menghasilkan majlis pernikahan dengan Wazir negri Mesir.


Memandang Wazir tersebut atau al Aziz bagi kali pertama, hancur luluh dan kecewalah hati Zulaikha. Hatinya hampa dan amat terkejut, bukan wajah tersebut yang beliau temui di dalam mimpi dahulu. Bagaimanapun ada suara ghaib berbisik padanya: “Benar, ini bukan pujaan hati kamu. Tetapi hasrat kamu kepada kekasih kamu yang sebenarnya akan tercapai melaluinya. Janganlah kamu takut kepadanya. Mutiara kehormatan engkau sebagai perawan selamat bersama-sama dengannya.”

Perlu diingat sejarah Mesir menyebut, Wazir diraja Mesir tersebut adalah seorang kasi, yang dikehendaki berkhidmat sepenuh masa kepada baginda raja. Oleh yang demikian Zulaikha terus bertekat untuk terus taat kepada suaminya kerana ia percaya ia selamat bersamnya.

Demikian masa berlalu, sehingga suatu hari al-Aziz membawa pulang Yusuf a.s. yang dibelinya di pasar. Sekali lagi Zulaikha terkejut besar, itulah Yusuf a.s yang dikenalinya didalam mimpi. Tampan, menarik dan menawan.

Sabda Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh Hammad dari Tsabit bin Anas memperjelasnya: "Yusuf dan ibunya telah diberi oleh Allah separuh kecantikan dunia."


Kisah Zulaikha dan Yusuf dirakam di dalam Al Quran pada Surah Yusuf ayat 21 sampai 36 dan ayat 51. Selepas ayat tersebut Al Quran tidak menceritakan kelanjutan hubungan Zulaikha dengan Yusuf a.s. Namun Ibn Katsir di dalam Tafsir Surah Yusuf memetik bahwa Muhammad bin Ishak berkata bahawa kedudukan yang diberikan kepada Yusuf a.s oleh raja Mesir adalah kedudukan yang dulunya dimiliki oleh suami Zulaikha yang telah dipecat. Juga disebut-sebut bahwa Yusuf telah beristerikan Zulaikha sesudah suaminya meninggal dunia dan diceritakan bahawa pada suatu ketika berkatalah Yusuf kepada Zulaikha setelah ia menjadi isterinya, “Tidakkah keadaan dan hubungan kita sekarang ini lebih baik dari apa yang pernah engkau inginkan?”

Zulaikha menjawab, “Janganlah engkau menyalahkan aku, hai kekasihku, aku sebagai wanita yang cantik, muda belia bersuamikan seorang pemuda yang berketerampilan, menemuimu sebagai pemuda yang tampan, gagah perkasa bertubuh indah, apakah salah bila aku jatuh cinta kepadamu dan lupa akan kedudukanku sebagai wanita yang bersuami?”

Dikisahkan bahwa Yusuf menikahi Zulaikha dalam keadaan gadis (perawan) dan dari perkawinan itu memperoleh dua orang putra: Ifraitsim bin Yusuf dan Misya bin Yusuf.

Saturday 20 July 2013

Saturday, July 20, 2013

Bagaimana menurutmu? -sebuah cerpen

Assalamualaikum..
Hari nie malas pulak nak buat entry sendiri.. tapi Cuma nak share sebuah cerpen dari rakan blogger..
Selamat membaca!

BAGAIMANA MENURUTMU? –sebuah cerpen
Pernah mungkin, kamu berada pada situasi saya ini. Pada situasi kamu perlu berlari pada jalan yang penuh tanda tanya, hanya untuk mencari titik akhir yang bernama jawapan, namun kamu tidak pernah ketemu. Lama juga saya berlari pada jalan itu, sehingga saya lelah, haus, dan hanya peluh kecewa yang saya peroleh. Itulah jalan yang saya lalui dan sekarang masih tetap saya lalui. Tahu saya jawapannya ada di situ, namun lemahnya saya sebagai manusia, jawapan itu yang terkadang sudah terlihat dekat, tiba-tiba samar dan terus hilang daripada mata.

Inilah jalan yang saya mahu cerita.
Senang.
Dari kecillah saya diberitahu oleh ibu, oleh ayah dan oleh saudara mara tua saya, berbuat baik sesama makhluk, taat kepada perintah Allah dan tidak melanggar larangan-Nya, adalah jalan ke arah kebahagiaan.

Rezeki akan murah, hidup menjadi senang. Belajar cepat pandai, dan berdoa juga mudah makbul. Ingat benar saya pesan-pesan itu. Pesan-pesan yang membawa saya, cuba menjadi manusia baik. Pesan yang yang mulia, pesan yang membuatkan saya berlari di jalan itu, sehingga saya terlupa kepada satu perkara.

Lelaki.

Umur saya sudah 50, dan uban sudah tidak malu-malu singgah ke kepala. Berpestalah uban, dan semakin lama, semakin hilang gagahnya warna hitam daripada saya. Uban itulah tanda, kuatnya kerja saya, uban itulah juga saksi, betapa gagahnya saya berfikir berkenaan hidup, dan pada hari itu pun tetap sama.

Waktu itu pagi sudah sedang elok untuk solat sunat dhuha. Tetapi saya lain pula ceritanya, hanya duduk bersandar pada dinding surau dengan mata yang pejam. Menyesal juga hati, terawal datang ke pejabat, dan akhirnya mata pula yang alah pada kata 'nikmat tidur'.  Pada ketika saya membuka mata, terlihat di hadapan saya, seorang lelaki seusia saya, yang juga teman baik saya, yang sudah usai solat sunat dhuha. Tersenyum dia memandang saya dengan tangan yang sedang menadah doa. Pastinya, doa itulah doa yang muluk-muluk. Doa-doa yang saya sendiri pernah ucapkan kepada Tuhan.

“Sudah solat?” soal lelaki itu selepas tapak tangannya menyeluruhi wajahnya yang bening. Teman baik saya ini, memang kerjanya, mengajak ke arah kebaikan dan saya sudah biasa. Malah sebenarnya saya sangat bersyukur kerana bertemankan dia.

Saya menggeleng, tersenyum dan berceritalah lelaki itu berkenaan hebatnya yang dinamakan solat sunat dhuha. Saya mendengarkan sahaja, kerana walaupun saya sudah tahu, namun gaya dia bercerita, bukan mahu memberitahu yang dia tahu, tetapi mahu memberitahu, yang dia peduli dan sayang kepada saya, sebagai seorang saudara seagama. Perasaan itu jarang benar saya peroleh dan pagi itu saya peroleh lagi.

“Sempat lagi kalau mahu solat,” kata lelaki itu tersenyum lagi.
Tidak tahu saya bagaimana mahu menjawab kata-kata lelaki itu, sehinggalah datang luahan daripada hati, yang kemudiannya menjadi fikir dalam kepala, dan saya luahkannya dengan penuh hati-hati menjadi bicara.

“Senang dunia, sepertinya tidak mahu lekat kepada saya. Lalu sekarang, ibadah saya bukan lagi mahu kesenangan dunia, tetapi mahu berkat dan rahmat-Nya.” Hati-hati betul saya bicara, agar saya tidak terlihat orang yang tidak bersyukur, agar saya tidak terkesan sebagai orang yang putus asa.

Namun lain pulalah jadi. Wajah lelaki yang bening itu, tiba-tiba sahaja menjadi teduh yang luar biasa. Tahulah saya, ada sesuatu yang dia mahu perkatakan dengan sesungguh hati dan saya pun menanti.

Jalan.

“Maafkan saya, sekiranya saya terlihat cuba menilai kamu, tetapi saya mahu bertanya, sebelum ini kamu berbuat baik, berdoa dan segala macam ibadah adakah kerana mahu memperoleh senangnya dunia dan seterusnya mendapat redha Ilahi?” soal lelaki itu, sopan dan baik.

“Jujurnya, ya. Namun saya sedar, ada manusia yang doanya ditangguhkan sehingga ke syurga, dan mungkin sayalah orangnya. Asalkan saya beroleh redha Ilahi, itu sudah cukup,” jawab saya, yang masih juga hati-hati.

Diam sebentar lelaki itu. Diam yang sedang menyusun kata-kata terbaik, bagi dihulurkan dengan sopan kepada saya, dan saya terus menanti.  Berkatalah lelaki itu, “Begini temanku. Untuk umur kita ini, ada sesuatu yang tidak kena pada kata-kata kamu. Namun sebelum saya memberitahu, biarlah saya bercerita daripada mula.”

Degup jantung saya, bergetar laju. Apalah lagi bicara yang lelaki itu simpankan untuk saya.

“Semasa kita kecil, semasa kita remaja, pesan-pesan supaya kita berbuat baik, patuh suruhan dan taat larangan Allah supaya memperoleh kesenangan dalam urusan dunia adalah wajar, bagi memperelok iman dan membuatkan kita semakin mahu kepada Tuhan, dan memang itulah yang banyak berlaku kepada kita. Namun, pada peringkat umur kita, pesan-pesan itu, perlu ditingkatkan lagi kepada yang lebih tinggi.”

Saya mengerut dahi, dan kefahaman saya berhenti di situ. Saya melihat lelaki itu, dia tersenyum dan dia bersedia bagi menyambung.

“Begini, oleh kerana daripada kecil kita sudah terbiasa dengan pesan-pesan itu, apabila kita sudah dewasa, tanpa kita sedar pesan-pesan itulah yang membalut hati kita. Tidak salah dengan perkara itu, yang menjadi soalnya adalah diri kita, kita terlupa berkenaan proses, jalan-jalan yang ditempuhi oleh para nabi dan rasul. Merekalah itu manusia-manusia yang paling dekat dengan Tuhan dan sekiranya mahu dibandingkan dengan saya, ya Allah, jauhnya mungkin tujuh petala langit tujuh petala bumi. Tetapi, walaupun sedekat itu mereka dengan Tuhan, adakah jalan hidup mereka di dunia ini dipenuhi kesenangan?”

Penerangan yang diakhiri soalan itu membuatkan saya menjadi ragu-ragu, dan lelaki itu tidak membiarkan saya lama-lama di situ.

Dia menyambung, “Memang ada kesenangan dunia, namun yang banyaknya adalah cabaran yang seberat-berat ujian. Lalu, jangan terus membalut hati kamu dengan pesan-pesan itu, kerana tanpa kamu sedar kamu sebenarnya putus harapan sekiranya tidak beroleh kesenangan dunia. Boleh sahaja mulut kamu berkata, doa kamu tertangguh, dan redha Allah yang kamu cari, tetapi tanya hati kamu dengan sejujur-jujurnya, adakah kamu tidak kecewa? Tidak salah kecewa, tetapi sekiranya kecewa itu yang datang dahulu sebelum datangnya rasa mahu mencari redha Ilahi, itulah tanda putus harapan, dan itulah yang jarang kita sedar.”

Saya menarik nafas dalam-dalam, dan belum pun nafas saya habis lelaki itu terus berkata, “Jadi, jadikan pesan-pesan itu bukan sekadar balutan pada hati, tetapi buka balutan itu dan cuba fahami makna di sebaliknya. Iaitu, apa sahaja yang kita perbuat dengan niat kepada Allah, memang akan ada balasan yang baik, namun bukan itu yang utama mahu dikejar, dan kita juga tahu redha Allah jugalah yang dicari, namun bagaimana prosesnya? Dalam usia kita, seperlunya, proses kita semakin mudah dengan membuang kata 'kesenangan dunia', dan terus kepada redha Ilahi. Itulah proses mencari redha Ilahi, para nabi, rasul, sahabat dan para ulama, tanpa perlu sedikit pun membalut hati pada kata, 'kesenangan dunia'. Lalu, bagaimana menurutmu?”

Jawapan.

Saya diam dan hanya mampu tersenyum. Lalu pada usia saya ini, terus-terang sukarnya untuk memeluk jawapan walaupun sudah saya tahu bentuk dan warnanya. Lamanya hati saya beku pada kata 'balasan baik di dunia', membuatkan saya tidak sedar, ibadah saya selama ini hanya untuk itu, walaupun mulut saya sering basah mengatakan mahu mencari redha Ilahi, tetapi ia tidaklah lebih besar daripada kata, 'mencari kesenangan dunia'. Ya, Allah, semoga sahaja saya mampu membalikkan perkara itu dalam hati saya, supaya saya tidak perlu lagi berlari pada jalan yang penuh tanda tanya..


Sunday 14 July 2013

Sunday, July 14, 2013

Apa Itu Cinta Kerana Allah?

Assalamualaikum w.b.t...

Dalam suasana yang sejuk dan dingin nie, maklumlah selepas hujan katakan. huhu..
Alhamdulillah, syukur kepada Allah sebab menurunkan hujan. kan sekarang nie jerebu, so kurang laa jerebu tu kan.. Entry hari nie bukan mengisarkan jerebu, hehe.. tapi pasal cinta! Nak cerita pasal cinta tapi terkeluar pulak pasal jerebu. huhu..

Anyway, entry cinta ini lebih kepada Cinta Kerana Allah.

Cinta sering diberi gambaran indah oleh mereka yg merasainya. Umpama tiada lagi kelazatan di atas muka bumi ini selain menikmati buah cinta yg ranum.

Ibn Hazm al-Andalusi, seorang fuqaha dan ahli hadis terkemuka islam pernah mencoretkan: 
“Cinta awalnya permainan dan akhirnya kesungguhan. Ia tidak dapat dilukiskan, tapi harus dialami agar diketahui. Agama tidak menolaknya. Syariat juga tidak melarangnya.”

Benar, cinta tak pernah dilarang oleh islam, sebaliknya lebih menggalakkan kita untuk menjadi seorang pencinta. Malah, ia menjadi syarat kesempurnaan iman. 

Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmizi, Abu Daud, Ahmad dan al-Hakim menyebutkan Nabi s.a.w bersabda yang bermaksud: “sesiapa yang mencintai kerana Allah, membenci kerana Allah, memberi kerana Allah dan menegah kerana Allah, sesungguhnya telah sempurna imannya.”

Lingkungan cinta itu luas, bukan terhad kepada batas cinta sesama manusia yang berlawanan jantina. Teringat firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 14 yang bermaksud: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, iaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak daripada jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (syurga).”

Ibn Qayyim ada mengungkapkan: “Cinta itu tidak dicela kecuali sekiranya melalaikan daripada mengingati Allah dan menjauhkan daripada cinta-Nya.”

Jadi, menjadikan cinta yang tidak melalaikan itu membuatkan kita lebih dekat dan rapat dengan Allah kerana rasa cinta itu sendiri Allah yang campakkan dalam hati tiap-tiap manusia. Marilah kita sama-sama berusaha menjadikan cinta itu tidak melalaikan kita dari mengingati Allah.

Sekian, wallahu a’lam..



Saturday 29 June 2013

Saturday, June 29, 2013

Kerana Ustaz Azhar Idrus

Assalamualaikum w.b.t..

Hari ini cuma nak share sebuah cerpen yang berdasarkan kisah benar. Selamat membaca!


Kerana Ustaz Azhar – sebuah cerpen berdasarkan kisah benar

Kepala saya pening. Terlalu byk persoalan yg bermain dlm fikiran. Satu persatu masalah cuba saya atasi, namun semuanya buntu. Saya cuba buangkan perkara itu jauh-jauh, tp ia tetap juga berpusing-pusing dlm fikiran. Ketika termenung di jendela bilik, sayup-sayup saya terdengar suara seorang ustaz sedang memberikan kuliah agama. Suara itu datangnya dari arah ruang tamu. Memang ayah saya gemar mendengar ceramah-ceramah agama dan juga politik.

Membosankan! Saya bukanlah anti ataupun benci dengan ceramah agama, tetapi kebanyakan ceramah yg saya dengar seolah-olah Cuma tahu menghentam org yg melakukan dosa.Setiap kali saya mendengar ceramah agama, pasti ada sahaja yg terkena pada batang hidung saya. Saya akui memang saya sedikit liar dengan ajaran agama.

Tapi ceramah kali ini berlainan. Saya dengar butir kata yg dilontarkan oleh ustaz itu. Setiap kata-katanya membuatkan saya asyik sehinggakan hendak mendengar sehingga selesai. Perlahan-lahan saya membuka pintu bilik. Saya memasang telinga. Saya amati setiap kata yg dikeluarkan.Semua kata-katanya membuatkan saya berasa senang ditambah pula dengan lawak-lawak jenaka membuatkan ceramahnya tidak membosankan. Saya terkekek-kekek ketawa dari jauh.

Saya mengintai dari celahan pintu, siapa sebenarnya penceramah itu? Bunyi percakapannya seperti orang Terengganu. Hati saya membuak-buak ingin mengenali penceramah itu yg mampu membuka pintu hati saya untuk mendengar ceramah yg dia berikan.

Malam itu, saya telah mengambil VCD tersebut. Baru saya tahu, ustaz itu bernama Ustaz Azhar Idrus, seorang penceramah dari Terengganu. Saya terus membuka VCD tersebut di computer riba. Saya perlahankan suara supaya tidak didengar oleh adik-beradik yg lain. Sedar tidak sedar, ceramah itu sudah hampir berakhir. Saya berasa tidak puas. Ceramahnya juga membuatkan saya tidak kering gusi ketawa.

Saya kemudian membuat carian di youtube. Rupa-rupanya ustaz ini sudah popular. Satu persatu video saya saksikan. Semua siri ceramahnya menghiburkan dan dapat saya terima. Ceramah yg disampaikannya hampir keseluruhan menjawab persoalan yg bermain di minda saya. Tanpa diduga, satu persatu masalah yg saya alami terjawab.

Tiba-tiba, sewaktu saya sedang mendengar kuliah mengenai peranan suami dalam rumah tangga, fikiran saya terus terkenangkan satu wajah yg hampir saya lupakan. Hampir dua tahun saya tidak melihat wajah itu.

Perasaan rindu terus menyelinap ke dasar hati. Saya rindu dengan bekas isteri saya. Setelah dua tahun kami bercerai, saya hairan kenapa wajah itu tiba-tiba sahaja singgah dlm fikiran saya. Walaupun sebelum ini saya hidup bersamanya hampir empat tahun, saya mampu abaikan wajahnya. Namun, malam ini tidak semena-mena wajah itu kembali menerjah.

Tanpa disedari, air mata saya bercucuran jatuh. Sudah berpuluh tahun pipi ini Kering tanpa dibasahi air mata tapi malam itu air mata yg dipendam gugur juga. Saya tidak dapat menahan sebak. Segala kenangan bersama dengannya dahulu mula segar kembali dlm ingatan.

Saya tidak dapat melelapkan mata. Kata-kata yg diungkapkan oleh Ustaz Azhar benar-benar membuatkan diri saya terasa sangat kerdil. Saya terus menyelami diri. Banyak sangat dosa saya dengan Allah. Saya juga abaikan tugas saya sebagai seorang suami. Dia membuka semula lipatan silam yg saya telah abadikannya sebagai sejarah hidup. Peristiwa malam itu terbayang semula di ingatan…

KERETA SAYA meluncur masuk ke garaj rumah. Belum sempat saya matikan enjinnya, saya Nampak isteri saya tercegat di depan pintu rumah sambil mencekak pinggangnya. Saya terus keluar dari kereta. Tanpa mengendahkannya saya terus masuk ke dalam rumah dan menghempaskan punggung di atas sofa.

“Abang! Siapa Dania?” soal isteri saya. Terkejut juga saya dengan soalan yg diajukannya. Macam mana dia boleh kenal Dania, kekasih gelap saya? Saya tidak menjawab soalannya. Saya pekakkan telinga, kemudian bangkit untuk masuk ke dalam bilik. Baru sahaja hendak bangun, isteri saya menolak saya.

“Kenapa dengan awak ni? Dah gila ke?” tengking saya. Isteri saya makin menyinga. Katanya dia sudah tahu tembelang saya. Dia terus membebel sehingga membingitkan telinga saya. Disebabkan tidak tahan dengan leterannya, saya bangkit lalu menengkingnya kembali.

“Awak jangan nak mengajar saya! Saya tahu apa saya buat! Suka hati sayalah nak bercinta ke, nak apa ke? Awak tak berhak nak campur!” jerkah saya. Isteri saya makin tidak keruan. Kemarahannya tidak dapat dipadamkan lagi. Dia meluahkan rasa yg dipendamkan selama ini. Katanya, semenjak berkahwin dia tak pernah rasa bahagia. Saya sering meninggalkan tanggungjawab. Saya tidak pernah memberikan nafkah untuknya. Dia terpaksa mencari nafkahnya sendiri.

Kata-katanya membuatkan saya panas telinga. Akhirnya satu penampar singgah di mukanya. Tidak cukup dengan itu, saya melayangkan satu penyepak ke pahanya pula. Isteri saya terjelepok jatuh.

“kau tak bahagia kan? Kau dengar sini, kau boleh keluar dari rumah ni cari kebahagiaan kau sendiri. Aku pun tak tahan dengan kau. Aku ceraikan kau!” Ucap saya dengan bengis.

Waktu itu memang saya tidak hairan dengan penceraian itu. Sebelum ini pun, walaupun sudah berkahwin, masa saya lebih bersama kawan-kawan dan kekasih saya. Waktu bersama isteri hanya sekejap sahaja. Saya sendiri tidak faham kenapa. Setelah berkahwin dengannya, hanya lima bulan sahaja saya rasakan kebahagiaan, selepas itu rasa seperti tidak seronok.

Saya lebih seronok berada di luar bersama kawan-kawan. Saya rindukan zaman semasa saya bujang dahulu. Disebabkan itulah saya abaikan tanggungjawab sebagai suami. Saya lupa yg saya dah beristeri.

“Ya Allah! Aku berdosa kepada bekas isteriku.” Saya tidak menyangka sama sekali, keegoan saya selama ni boleh diranapkan dengan hanya mendengar beberapa siri ceramah sahaja. Perkara ini benar-benar membuatkan saya mahu mengenali penceramah tadi. Mungkin ada yg beranggapan perkara ini biasa, tetapi bagi saya ini satu yg menakjubkan.

Setiap malam jika ada kelapangan, saya pasti akan mencari ceramah-ceramah Ustaz Azhar di dalam internet. Saya kini seolah-olah baru sedar dari lamunan panjang. Saya seperti baru terjaga yg umur saya sudah meningkat dan mati sedang menghampiri saya. Banyak pelajaran yg saya terima. Terubat segala masalah yg terbuku apabila mendengar ceramah Ustaz Azhar. Bagi saya dia seorang penceramah yg faham naluri seorang insan yg hanyut dengan dosa. Segala permasalahan dia tidak menyelesaikan dengan cara yg keras. Hal ini membuatkan saya benar-benar seronok.

Saya mula menunaikan solat dan ada masanya saya juga ke surau. Segala apa yg saya lakukan tidak merasa beban, malah berasa sangat seronok. Kini, barulah saya dapat rasakan keseronokan melakukan ibadah.

Bagi saya, cara inilah yg perlu dilakukan oleh mana-mana pendakwah. Mereka harus memahami jiwa orang-orang yg jauh dari agama ini. Orang yg tersasar dari jalan Allah ini tidak boleh dilentur dengan kekerasan. Mereka juga mahu mencari jalan ke syurga. Tetapi apabila menggunakan kekerasan, mereka akan lebih memberontak dan menjauhkan diri.

NAMUN MASIH ADA perkara yg membuatkan hati saya tidak tenag. Saya masih lagi rasa bersalah dengan bekas isteri saya. Tetapi adakah dia dapat mengampunkan kesalahan saya? Walaupun malu rasanya untuk berbuat demikian, tetapi saya mesti lakukan. Jika tidak ia akan membuatkan hati saya rasa tidak tenang.

Langkah pertama saya lakukan ialah, saya pergi meronda ke rumah bekas mentua. Saya mahu memastikan bekas isteri saya tinggal di situ ataupun dia sudah berhijrah ke tempat lain. Sejak perpisahan saya dan dia dua tahun lepas, saya langsung tidak bertemu dengannya. Khabarnya sekali pun saya tidak dengar. Saya tidak tahu sekarang ini sama ada dia sudah berumah tangga atau belum.

Hampir seminggu meronda, saya pasti yg dia masih tinggal di situ. Pada mulanya perasaan malu membuak-buak. Tetapi saya gagahkan juga. Saya tidak mahu perasaan bersalah terus menerus bersarang dlm jiwa saya.

Setelah bertemu dengan bekas isteri saya dan keluarganya, Alhamdulillah, mereka dapat menerima dan memaafkan kesalahan saya. Jiwa saya menjadi sangat tenang setenang-tenangnya. 

Tanpa diduga, pertemuan itu membuahkan kembali bibit-bibit cinta antara kami berdua. Percintaan kali ini saya rasakan berbeza dengan dulu. Kalau dulu percintaan saya lebih kepada nafsu, tetapi kini saya lebih mengenali apa itu cinta, keluarga dan juga kebahagiaan.

Saya rasakan perkenalan ini seperti baru. Bekas isteri saya juga merasakan demikian. Perubahan saya menjadi tanda Tanya kepada seluruh keluarga. Jika dulu saya seorang pemarah, kini sifat itu semakin kurang. Saya juga mula belajar memaafkan orang dan belajar mengenali siapa pencipta saya sebenarnya.

Tidak sampai sebulan, ikatan perkahwinan yg terlerai dahulu kembali bersatu. Saya merasakan inilah rezeki terbesar saya. Allah masih lagi menyayangi saya. Saya dapat rasakan kehidupan yg sangat sempurna selepas perkahwinan kali kedua saya.

Dengan keberkatan-Nya juga, kini isteri saya telah mengandung anak sulung kami. Tidak sabar rasanya mahu menerima orang baru dalam keluarga. Sebelum ini, walaupun melayari bahtera selama empat tahun bersamanya, saya tidak dikurniakan cahaya mata. Tapi kini, baru dua bulan berkahwin, saya diberikan rezeki.

Allah Maha Berkuasa. Mungkin dahulu saya masih belum mampu memikul tugas sebagai bapa. Malah, sebagai seorang suami pun saya gagal, inikan pula mahu menjadi seorang bapa. Tetapi sekarang, saya dapat rasakan yg saya mampu dan sepenuhnya bersedia.

Saya berjanji kpd diri saya dan keluarga yg saya tidak akan mensia-siakan hidup keluarga saya. Saya rela berkorban walaupun nyawa saya jadi taruhan. Sehingga kini, perubahan saya masih lagi menjadi persoalan di kalangan ahli keluarga saya dan mentua. Mereka masih lagi tertanya-tanya bagaimana saya boleh berubah.

Semua ini tidak menjadi sekiranya tiada kesungguhan dlm diri, seperti firman Allah dlm surah ar-R’ad ayat 11 yang berbunyi: “Bagi tiap-tiap seorang ada malaikat penjaganya silih berganti dari hadapannya dan dari belakangnya, yang mengawas dan menjaganya(dari sesuatu bahaya) dengan perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah apa yang ada pada sesuatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki untuk menimpakan kpd sesuatu kaum bala bencana(disebabkan kesalahan mereka sendiri), maka tiada sesiapa pun yg dapat menolak atau menahan apa yg ditetapkan-Nya itu, dan tidak ada sesiapa pun yg dapat menolong dan melindungi mereka selain daripada-Nya.”


#sekadar perkongsian..


Sunday 23 June 2013

Sunday, June 23, 2013

Apa itu Malam Nisfu Sya’ban? Kelebihan, Amalan dan Peristiwa


Assalamualaikum w.b.t

Ok, disebabkan hari ini kita menyambut nisfu sya’ban, saya nak kongsikan sedikat perihal malam nisfu sya’ban. So, entry untuk kali nie pasal apa itu malam nisfu sya’ban, kelebihan, amalan yang dilakukan pada malam tersebut dan juga peristiwa yang berlaku pada malam nisfu sya’ban. Saya harap pembaca semua mendapat sedikit maklumat dan dapat kita mengamalkannya bersama supaya kita mendapat mardhatillah (redha Allah).

Nisfu Sya’ban (Nisf bermaksud separuh) adalah peristiwa hari ke-15 dalam bulan Sya’ban tahun Hijrah. Umat Islam mempercayai yang pada malam Nisfu Sya’ban, amalan akan dibawa naik oleh Malaikat untuk ditukar dengan lembaran amalan yang baru setelah setahun berlalu. Pengertian am Nisfu Sya’ban dalam bahasa Arab bererti setengah. Nisfu Sya’ban bererti setengah bulan Sya’ban. Malam Nisfu Sya’ban adalah malam ke-15 Sya’ban iaitu siangnya 14 haribulan Sya’ban.

Hari Nisfu Sya’ban adalah hari dimana buku catatan amalan orang-orang Muslim selama setahun diangkat ke langit dan diganti dengan buku catatan yang baru. Catatan pertama yang akan dicatatkan dibuku yang baru akan bermula sebaik sahaja masuk waktu Maghrib (waktu senja), (15 Sya’ban bermula pada 14 haribulan Sya’ban sebaik sahaja masuk waktu Solat Maghrib)

Malam Nisfu Sya’ban merupakan malam yang penuh berkat dan rahmat selepas malam Lailatul Qadar. Pada malam Nisfu Sya’ban hendaklah kita merebut peluang keemasan ini dengan cara menghidupkan malamnya dengan ibadat. Sebelum itu, pada siangnya eloklah berpuasa terlebih dahulu. Apabila selesai menunaikan solat Maghrib, disunatkan solat sunat dua rakaat. Selepas itu, hendaklah dibaca surah Yaasin sebanyak tiga kali dengan niat yang berbeza-beza sebagaimana yang akan dijelaskan nanti.

Disunatkan juga memperbanyakkan istighfar dan bertaubat daripada segala dosa serta meminta keampunan daripada Allah SWT untuk kedua ibu bapa serta keluarga di samping memperbanyakkan bacaan Al-Quran, bertasbih, berselawat dan melakukan solat-solat sunat. Selain daripada itu, disunatkan juga memperbanyakkan doa kerana malam Nisfu Sya’ban merupakan malam yang paling mustajab dan penuh rahmat.

Rasulullah SAW bersabda : maksudnya
“Ada lima malam yang tidak ditolak permintaan (doa) iaitu malam pertama bulan Rejab, malam Nisfu Sya’ban, malam Jumaat, dua malam iaitu malam Hari Raya Aidilfitri dan malam Hari Raya Aidiladha”.

Di dalam kitab Durratun Nasihin dinyatakan hadith yang bermaksud :

“Jibril telah datang kepadaku pada malam Nisfu Sya’ban dan berkata : “Wahai Muhammad, pada malam ini pintu-pintu langit dan pintu-pintu rahmat sedang di buka, oleh itu bangunlah dan kerjakanlah sembahyang, kemudian angkat kepalamu serta kedua-dua tanganmu ke langit.” Aku (Rasulullah) bertanya: “Wahai Jibril, apakah gerangan malam ini?” Jibril menjawab : “Pada malam ini telah di buka 300 pintu rahmat, maka Allah SWT mengampun semua orang yang tidak menyekutukanNya dengan sesuatu melainkan (yang tidak diampuni) ialah tukang sihir, tukang tilik nasib, orang yang sangat suka bermusuhan, peminum arak, pelacur, orang yang makan riba, orang yang derhaka kepada kedua ibu bapa, orang yang suka mengadu domba, dan orang yang memutuskan silaturrahim. Maka sesungguhnya mereka tidak akan bertaubat dan meninggalkan pekerjaan maksiatnya”.

Antara Peristiwa di Bulan Syaban,
1. Malam Nisfu Sya’ban pada 14 Syaaban. Keagungan malam Nisfu Sya’ban seumpama keagungan Rejab dengan malam Isra’ Mikrajnya dan keagungan Ramadhan dengan Lailatul Qadarnya.
2. Berlaku penukaran qiblat dari Masjidil Aqsa di Baitul Maqdis ke Kaabah di Masjidil Haram, Mekah pada 15 Syaaban.
3. Berlaku peperangan Bani Mustalik pada bulan Syaaban tahun kelima hijrah. Kemenangan berpihak kepada Islam
4. Perang Badar yang terakhir pada tahun keempat Hijrah.


Bacaan Yaasin Pada Malam Nisfu Syaban
Pada malam Nisfu Syaban, disunatkan membaca Surah Yaasin sebanyak tiga kali berturut-turut dengan niat doa yang berbeza-beza sebagaimana berikut :

1. Bacaan Yaasin yang pertama memohon supaya Allah SWT memanjangkan umur di dalam ketaatan kepadaNya dan sentiasa beramal soleh.
2. Bacaan kali kedua memohon supaya di tolak segala bala’ dan bencana yang bakal menimpa.
3. Bacaan kali ketiga memohon supaya kita tidak berhajat melainkan kepada Allah SWT dan memohon supaya dimurahkan rezeki yang halal.

Sekian, Wallahu a’lam..




Friday 21 June 2013

Friday, June 21, 2013

Hati Nan Bahagia..

Assalamualaikum wbt..

Terasa ingin update blog hari nie. hehe.. Ok, tak nak cakap banyak. Terus pada entry. Entry kali ini mengisahkan hati. Hati nan Bahagia! 

Dia melihat reaksi anak-anak muda yang lalu lalang berdekatan dengannya. Masing-masing mempamerkan wajah ceria dan gembira. Lakaran hidup mereka seolah-olah terpamer lukisan kegirangan tanpa duka lara. Bebas riang mengisi sisa kehidupan tanpa terpalit raut gusar di wajah. Bersama rakan-rakan seusia, mereka meredah hiruk-pikuk kehidupan yang dipenuhi ujian dan dugaan.

Hatinya tertanya-tanya, benarkah apa yang terpamer di wajah mereka turut menggambarkan keadaan isi hati mereka? atau pun sebenarnya hati mereka sedang merintih mencari erti bahagia yg sebenar? Hmmm… namun, hati yang bersedih sering mempamerkan wajah sugul dan gundah. Tubuh mereka yang dibaluti kesedihan akan longlai dan layu serta tak bermaya. Jauh sekali nak bergaul mesra dan menguntum senyuman. Tapi kenapa mereka masih boleh melirik senyum dan ketawa andai hati dirundung resah?

Sebenarnya hati mereka ingin merasai manisnya kebahagiaan. Kebahagiaan yang hadir dan meresap ke dalam sanubari. Kebahagiaan yang dapat mencetuskan ketenangan dan keindahan bertuhan. Bukan kebahagiaan yang terasa di luar namun di dalam bersarang duka. Bukan itu yang mereka cari. Lumrahnya hidup insan kini hanya bertopengkan bahagia. Topeng bahagia yang disarungkan ke muka menutup seluruh memek muka yang berduka. Hanya hati saje yang mengerti resahnya hidup mereka. Ya Allah, bantulah hidup mereka untuk mencari kasih-Mu yang tidak bertepi.

Nikmat kesenangan yang mereka kecapi turut tidak dapat memadam resah dan laranya jiwa. Mereka sebenarnya telah memiliki segalanya. Segalanya yang insan lain inginkan agar hidup lebih sempurna dan bahagia. Itu adalah erti bahagia pada pandangan mata pincang manusia.

Sedarlah, bahagia yang dicari hadirnya dari lubuk hati. Pencetus rasa bahagia bermula dari kenali Allah, Kasihkan Allah, ingatkan Allah dan rindukan Allah. 

Sekian, Wallahu a’lam..

#sekadar perkongsian



Tuesday 18 June 2013

Tuesday, June 18, 2013

Tunjukkan aku Jalan yang Lurus..

Assalamualaikum w.b.t

Entry kali nie nak kongsikan kisah benar di ambil dari rakan blogger. Harap dapat memberi manfaat untuk kita bersama dalam menambah ilmu dan mendapat redha Allah..


Muda.

Pada usia saya yang begini, saya tidak pernah sekali terlintas berkenaan perkara itu. Tidak sesekali. Walaupun akal saya sudah teruji pintarnya pada kertas ujian, namun tetap juga saya tidak pernah bertanyakan soalan mudah itu.

Dan pada ketika saya bertanyakan soalan itu, saya bertanyakan pada saat hati saya tersembam pilu.

Sepupu. 

Antara ramai sepupu saya, dia antara yang saya paling senangi. Kami rapat sepertinya adik-beradik walaupun dia lelaki dan saya perempuan. Kami bermain bersama-sama, belajar juga bersaing dan paling memberi memori, kami merancang masa hadapan kami supaya ia seiring.

“Nanti tentu anak-anak kita rapat seperti kita,” kata dia membuatkan saya yang waktu itu malu-malu. Maklumlah belum lagi terfikir berkenaan cinta berlainan jantina.

Namun jauh dalam hati, saya benar-benar mengharapkan itu terjadi. Saya mengimpikan semoga anak dia nanti akan bermain-main dengan anak saya. Semoga anak-anak kami, bergembira, ketawa dan berduka bersama-sama, seperti mana kami lakukan. 

Itulah perancangan manusia, yang belum tahu bagaimana hujungnya, dan hujungnya tiba juga pada hari itu dalam bentuk yang saya tidak sangka.

Belajar. 

Kali terakhir saya bertemu dia adalah tiga bulan lalu, sebelum saya berangkat melanjutkan pelajaran ke luar negara. Dia turut datang menghantar saya ke lapangan terbang, dan walaupun nasihat dia mungkin tidak sepilu nasihat ibu saya, dan tidak setegas nasihat ayah, tetapi tetap juga membekas dalam hati.

“Sudah belajar tinggi-tinggi, jangan lupakan saya,” kata dia ketawa.

Saya ikut ketawa tanpa sedar itulah ketawa yang terakhir kami kerana, tiga bulan kemudiannya, saya menerima khabar yang sepupu saya itu kemalangan jalan raya. Dia koma.

Hampir luruh segala semangat yang menopang jiwa saya. Sekiranya sahaja saya ini ada wang lebih, pasti waktu itu juga saya mahu pulang ke tanah air. Apakan daya, saya masih belajar dan masih ditanggung oleh keluarga dengan kos yang tidak sedikit.

Saya cuma mampu berpesan kepada keluarga supaya mengutuskan khabar berkenaan dia, dari semasa ke semasa. Selain itu tidak banyak yang saya mampu lakukan selain berdoa dan terus berdoa. Berdoa dalam sujud, berdoa pada siangnya, berdoa pada malamnya, dan berdoa di mana-mana.

“Ya, Allah selamatkan sepupu saya. Panjangkanlah umurnya.....Ya Allah, berilah dia peluang. Dia layak, ya Allah, dia layak... Tolong, ya Allah. ”

Namun Allah lebih tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya dan hari itu saya menerima khabar terakhir berkenaan dia... dia sudah berjumpa Penciptanya.

Saya menangis semahu-mahunya. Ya, semahu-mahunya.... Tidak ada lagi yang mampu saya lakukan selain menangis dan terus menangis, sehinggalah saya sering menyendiri hanya kerana tidak mahu rakan-rakan melihat merah mata saya.

Begitulah hidup yang sudah diatur oleh Allah untuk saya, langsung tidak saya menyangka, dalam keadaan saya paling pilu, dan pada ketika saya menyendiri itulah, saya diberi peringatan yang halus, dan ia bermula apabila saya bertanya, bilakah waktu saya akan tiba?

Sepupu saya yang seusia saya, yang masih muda sudah pergi terlebih dahulu, dan pasti itulah contoh paling dekat untuk diri saya, yang mati itu tidak kenal usia. Lalu bagaimana dengan amalan saya selama ini? Adakah sudah cukup? Bagaimana pula dengan dosa saya? Adakah masih tidak cukup-cukup?

Saya menjadi takut mengenangkan semua perkara itu. Takut yang akhirnya menjadi lapisan iman terakhir kepada saya, bagi memujuk diri supaya redha dengan ketentuan Ilahi dengan bisikan, “Redhalah.... Allah lebih sayang kepada dia. Lebih sayang kepada dia.”

Puaslah saya pujuk hati dengan kata-kata itu. Selain sedih, saya juga mula berasa gundah berkenaan keadaan diri yang serba kurang ini, dan dosa-dosa yang saya yakin sudah tebal menambah menjadi gelana.

Fikiran saya berkecamuk. Pada ketika sedih sepertinya menikam tembus ke hati, gusar pula ikut mencucuk. Tidak tahu di mana saya harus bermula, dan sekali lagi, selain menangis, lalu saya tambahkan doa, “Ya, Allah tunjukkanlah saya jalan keluar, ya Allah. Ya, Allah.... Ya Allah berikanlah saya petunjuk dan hidayah... ya Allah.”

Pada ketika kecamuk saya sudah meninggi, pada ketika itulah saya teringatkan soalan sepupu saya, soalan yang dia tanyakan semasa kami masih kecil, semasa kami pergi mengaji.

Soalan.

Waktu itu, saya sudah mampu mengingat dengan baik. Saya dan dia seperti biasa belajar mengaji daripada nenek, lalu pada setiap kali itu jugalah nenek akan menyuruh kami mengulang-ulang bacaan Al Fatihah, berkali-kali sebelum mula mengaji.

Usai mengaji itulah, pada suatu ketika kami duduk di tangga, dia bertanya, “Mengapa yang pertama sekali diajar kepada kita adalah Al Fatihah? Mengapa?”

Soalan masa lalu itu berputar-putar dalam fikiran saya yang berkecamuk, lalu tergerak hati saya membaca Al Fatihah berserta dengan maksudnya, dan apabila saya tiba pada ayat itu jantung saya berdegup kencang.... namun anehnya, kusut dan kecamuk dalam fikiran mula berkurang.

Tunjukanlah kami jalan yang lurus. Iaitu jalan orang-orang yang Engkau telah kurniakan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) orang-orang yang Engkau telah murkai, dan bukan pula (jalan) orang-orang yang sesat.

Ya, Allah... air mata saya kembali menitik laju. Saya mengulang-ulang baca ayat itu, mengulang-ulang sehingga saya tidak mampu membilangnya lagi. Ternyata, dalam Al Fatihah itu sudah ada ayat yang cukup syahdu, ayat yang menjadi doa kepada mereka yang mahu beringat.Adakah itu sudah cukup menjawab soalan, "Mengapa yang pertama diajar adalah Al Fatihah?" Jujurnya saya tidak tahu, dan saya mahu tahu, tetapi untuk saya, mungkin itu sudah menjadi sebab bagi terus bersungguh-sungguh pada ketika membaca Al Fatihah.

Untuk sepupu saya itu, terima kasih kerana ketika pergimu, kamu meninggalkan soalan itu untuk aku jawab pada ketika hati sudah putus harap. Bahagialah kamu di sana. Walaupun kita tidak sempat membesarkan anak-anak kita bersama-sama di dunia, masih ada akhirat untuk kita. Semoga di sana, anak-anak kita akan saling bermain, seperti mana kita bermain dahulu. 


Al- Fatihah.


Sunday 2 June 2013

Sunday, June 02, 2013

Status yang Diangkat ke Langit - sebuah cerpen

Assalamualaikum w.b.t..

Entry hari nie saya nak kongsikan sebuah cerpen yang akan memberi manfaat untuk kita semua. Insyaallah.. Selamat membaca!


~status yang diangkat ke langit - sebuah cerpen

'Maryam, terima kasih belanja saya makan. Sayang sangat dengan awak XOXO'

Itu status yang saya tulis pada wall facebook Maryam. Kawan baik saya, kawan baik yang sentiasa menggembirakan dan menceriakan saya.

'Terima kasih kepada awak juga. Ada masa kita keluar shopping lagi. XOXO'

Saya tersenyum lebar membaca komen Maryam. Ya, baru petang tadi kami berdua keluar membeli-belah, menonton wayang dan menikmati Tutti Fruti. Semuanya kerana, Maryam akan keluar negara pada esoknya, bagi melanjutkan pelajaran ke peringkat sarjana. Sesuatu yang saya hanya boleh impikan. Namun saya tetap mendoakan dia berjaya.

Berbekalkan keceriaan petang tadi, semangat saya bermain Facebook ikut meninggi. Pada ketika saya tersenyum penuh semangat itulah, saya terbaca sesuatu yang membuatkan senyuman saya hilang. 

Benar, perempuan yang menutup aurat tidak menjanjikan dirinya selamat daripada nafsu lelaki, tidak juga menjanjikan hatinya baik, dan benar ia tidak menjanjikan dirinya akan bahagia. Tetapi perempuan yang menutup aurat sudah menjanjikan dirinya bebas daripada dosa membuka aurat.

Membaca status Facebook dia, membuat hati saya tiba-tiba mengembang, seperti ekor kucing yang kembang ketika bertemu lawan.

Entah mengapa, tindakan pertama saya adalah segera membetul-betulkan rambut yang menutup mata saya. Tetapi masih juga ia lepas bebas. Getah di atas meja saya capai, ikat dirambut terus jadi 'ekor kuda'. Sepatutnya hati saya puas kerana berjaya menjinakkan rambut saya yang asyik mahu menutup mata, tetapi bukan hal rambut itu yang mengganggu, namun status facebook itu yang membuat geram saya menyala-nyala.

Bukan saya tidak kenal siapa yang menulis status itu. Selain Maryam dia juga adalah kawan baik saya, namanya Nadina. Ketika itu kami bertiga sangat rapat dan ke mana-mana sahaja bertiga. Dahulu, wah dia bukan main lagi fesyennya. Bajunya adalah seketat-ketat baju yang ada, seluarnya juga biar nampak paha. Rambutnya walaupun Melayu, tidak pernah saya lihat hitam.

Anehnya, entah bagaimana dia boleh berubah bertudung litup sampai ke pinggang. Wajahnya tidak ada lagi bedak tebal dan bibirnya cukup sekadar pelembap bibir.

Memanglah, itu bagus dan saya tidak ada apa-apa dengan perubahan dia, tetapi perlukan status-status facebooknya asyik berdakwah? Asyik menyentuh berkenaan aurat. Kalau sekali dua, tidak mengapalah, tetapi kalau sudah sehari empat lima kali? Nampak benar mahu menyindir.

Geram betul hati saya. Kalau mahu menutup aurat, tidak perlulah buat status menyindir. Lalu, dengan geram saya yang tidak tahu mahu dihala ke mana, terus saya tergoda menulis komen di bawah status itu. 

'Kalau kita dahulu ada kawan yang rambutnya merah, baju seluar ketat tiba-tiba tulis status pasal tutup aurat, apa hukumnya ustazah? Bolehkah kita kata dia riak atau munafik?'

Selepas menekan 'enter', hati saya berasa sangat puas. Melebar senyum saya, sama lebarnya dengan daun keladi.

Seketika itu juga telefon saya berbunyi dan tertera nama 'Nadina'. Selepas memberi salam dan menjawab salam, dan selepas bertanya khabar dan menjawab khabar, terus Nadina kepada niat hatinya menelefon saya. Saya tahu pasti ia ada kaitan dengan komen saya pada statusnya.

“Saya mohon kepada kamu, usahlah buka masa silam saya. Aib saya itu, sudah membuat malam-malam saya jadi perit, jadi sebagai kawan saya mohon usahlah kamu tambahkan perit malam-malam saya.”

Saya tersenyum kecil. Tetapi dalam masa yang sama, mendengarkan suaranya yang merayu membuat hati saya lembut dan serba-salah. Tetapi pada ketika mata saya menatap statusnya, hati saya kembali keras dan tajam.

“Bukan mahu buka aib kamu, tetapi saya meluat betul lihat status-status kamu yang 'macam baik'. Kamu tidak takut jadi riak?” Puas betul hati saya berkata begitu. Entah apa sebabnya, tidaklah saya tahu.

“Terima kasih kerana mengingatkan. Ternyata kamu memang sayang saya. Saya akui saya memang masih belajar, dan banyak saya tidak tahu. Saya masih jahil. Mungkin kamu benar. Tanpa saya sedar, saya menulis dengan rasa riak. Namun, perkara besarnya, walau sejahat manapun kita, walau sekeji manapun kita, selagi mana agama kita Islam, menganjurkan berbuat baik itu perlu. Itulah yang saya perbuat. Walaupuh saya tahu diri saya hina, tetapi bukan bermakna saya tidak layak untuk berkongsi pesan.”

Itu kata-kata dia. Saya senyum. Saya tahu apa yang perlu saya jawab. Saya segera menaip sesuatu pada google, dan saya terjumpa hadis ini. 

“Maksud Hadis Nabi SAW: “Pada hari kiamat seorang dihadapkan dan dilempar ke neraka. Orang-orang bertanya, ‘Hai Fulan, mengapa kamu masuk neraka sedang kamu dahulu adalah orang yang menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar?’ Orang tersebut menjawab, ‘Ya, benar. Dahulu aku menyuruh berbuat ma’ruf, sedang aku sendiri tidak melakukannya. Aku mencegah orang lain berbuat munkar sedang aku sendiri melakukannya.” (HR Muslim)

Tanpa bertangguh, segera saya membacakan hadis itu kepada dia. Beruntung sungguh zaman sekarang ada internet, semua manusia boleh sekelip mata menjadi ustaz dan ustazah. Ada juga yang menggelarkannya ustaz dan ustazah internet, elektrik dan google.

Nadina diam. Saya tersenyum nipis. Saya kembali menyambung, “Kamu menyuruh orang berbuat baik tetapi, bagaimana dengan diri kamu sendiri? Adakah sudah baik?”

Dan pada ketika saya berfikir dia sudah mengaku kalah, dia kembali berkata,

“Maafkan saya, saya memang betul jahil berkenaan hadis itu. Terima kasih kerana mengingatkan. Mendengar hadis itu, saya memahaminya sebagai, dahulukan perbuatan baik itu sebelum bercakap berkenaannya. Itu yang saya usahakan, sedaya upaya cuba lakukan. Saya usaakan juga tidak bercakap berkenaan perkara yang saya tidak lakukan. Sekiranya kamu melihat percakapan saya mendahului perbuatan saya, tegurlah saya.”

Sekarang saya pula hilang kata-kata. Rasanya ada sesuatu dalam hati saya, mahu saya ucapkan tetapi entah mengapa saya tidak mampu menjadikan ia sebagai sesuatu yang objektif. Pada ketika itulah, Nadina menyambung dengan nada yang takut-takut,

“Berkenaan hadis itu, rasa bersalah pula pandai-pandai memahaminya begitu. Nanti saya tanyakan lagi kepada ustaz berkenaan tafsirnya. Tidak berani saya mahu mentafsirnya sendiri. Namun, saya juga sebenarnya terkesan dengan kata-kata Hassan Al Banna, sekiranya semua manusia menunggu dirinya sempurna bagi berbuat kebaikkan, maknanya tidak akan ada pendakwah.”

Jelas, Nadina khuatir kerana dia mengerti, dia kurang ilmu sehingga nada suaranya takut-takut. Dan saya pula terus mencari di Google, mahu memastikan yang Nadina tidak sekadar bercakap berkenaan Hassan al Banna dan saya menemukan petikan lengkapnya. 

"Sesungguhnya aku sedang menasihati kamu, bukanlah bermakna aku yang terbaik dalam kalangan kamu. bukan juga yang paling soleh dalam kalangan kamu, kerana aku juga pernah melampaui batas untuk diri sendiri.seandainya seseorang itu hanya akan dapat menyampaikan dakwah apabila dia sempurna, nescaya tidak akan ada pendakwah. Maka akan jadi sikitlah orang yang memberi peringatan." - Hassan al Basri.

“Bukan Hassan al Banna, tetapi Hassan al Basri!” Saya tersenyum lebar dan terdengar juga gelak kecil saya.

“Maafkan saya, salah saya.” Pantas Nadina menjawab.

Itu membuatkan saya berasa semakin menang ke atas Nadina. Anehnya tetap sahaja geram dalam dada saya semakin mengembang, namun tetap juga saya tidak ada hujah sambungan. Akhirnya saya berkata, “Saya bukan tidak suka status kamu, tetapi buatlah secara berhikmah. Saya berasa disindir-sindir.”

“Maafkan saya. Selepas ini saya cuba menulis status yang lebih baik.”

Entah ke berapa kali dia meminta maaf. Hakikatnya, hati saya sedikit lembut dengan permintaan maafnya. Namun, tetap ada sesuatu yang tidak beres dalam hati saya.

“Kalau kamu tulis status biasa-biasa sahajakan boleh. Buatlah macam manusia normal,” cadang saya pula. Yalah, meluat benarlah saya membaca status-statusnya itu. Sepertinya dia adalah ustazah robot.

“Bukan apa, saya cuma terfikir, setiap kali saya menulis status, ia adalah status terakhir saya. Jadi apa yang saya mahu orang baca berkenaan diri saya sekiranya saya sudah tiada di dunia? Setidak-tidaknya status terakhir itu mampu memberi pahala kepada saya.”

Saya tergelak kecil mendengar kata-kata Nadina. Sampai begitu sekali kompleks fikirannya. Lalu saya menjawab, “Mengapa awak tidak delete sahaja akaun facebook awak? Lagi senang. Tidak perlu mahu fikir berkenaan status apa yang mahu ditulis.”

Nadina diam, dan saya berasa sudah menjadi juara. Perlahan-lahan dalam hati saya terbit kata-kata, “Padan muka kau!”

“Terima kasih atas cadangan. Saya fikir, ia adalah cadangan yang terbaik. Terima kasih sekali lagi. Nanti saya fikirkan.”

Itulah kata-kata akhir Nadina yang sempat saya dengar, sebelum dia memberi salam, dan sebelum saya berasa sangat menyesal.

Status akhir. 

Esoknya, pada ketika saya membuka facebook, pertama sekali yang saya baca adalah status Nadina. 

'Di tepi sebuah pantai ada banyak tapak sulaiman yang terdampar dibawa arus ombak. Seorang anak kecil berusaha mencampakkan kembali tapak sulaiman itu ke laut, bagi memastikan ia terus hidup. Seorang lelaki tua memerhatikannya lalu berkata,

“Buat apa kamu campak ke laut? Kamu tidak akan mampu mencampakkan semuanya ke laut. Ada beribu-ribu. Buat penat kamu sahaja.”

Anak kecil itu terus tekun dengan kerjanya sebelum memandang lelaki tua itu.

“Memang saya tidak mampu, tetapi setidak-tidaknya perbuatan saya ini bermakna kepada seekor tapak sulaiman ini,” kata anak kecil itu sambil mencampakkan tapak sulaiman di tangannya ke laut.

Itulah hidup kita manusia, memanglah kita tidak mampu berbuat baik kepada semua perkara, tidak mampu berbuat baik kepada semua manusia, tetapi tetapkan dalam hati bagi terus berbuat kebaikkan. Setidak-tidaknya, akan ada seseorang yang melihat tindakkan kita itu bererti kepada dirinya.”

Boleh tahan juga panjang status Nadina. Kemudian saya membuka pula PM saya dan ada PM Nadina. 

“Assalamualaikum. Semoga hari kita berada dalam redha Allah. Selepas memikirkannya, saya tidak jadi menutup facebook saya. Ini kerana, saya tidak menjadikan diri saya mudah dihubungi. Saya tidak ada blog yang bagi menulis, tidak ada pejabat, tidak ada laman web. Hanya ada facebook dan hanya itulah ruang dan peluang saya. Jadi saya mahu menjadi budak kecil yang mencampakkan tapak sulaiman ke laut. Mungkin sahaja, tindakan saya dalam facebook langsung tidak bererti kepada semua manusia, tetapi saya yakin ia sangat bererti untuk malaikat yang berada di bahu kiri kanan saya.”

Saya terdiam. Berulang-ulang kali jugalah saya membaca PM Nadina sambil tersenyum-senyum, dan hati berkata, “Ada juga orang seperti ini di dunia.”

Namun akhirnya senyuman saya pudar pada saat membaca status terbaru pada akaun facebook Nadina. 

“Innalillah hiwa inna ilai hiroji’un. Baru mendapat khabar, teman baik kita Maryam binti Syukur sudah kembali kepada Penciptanya. Beliau kemalangan semasa menuju ke lapangan terbang. Al Fatihah.”

Berdegup kencang jantung saya dan segera saya ke akaun facebook Maryam, dan pada status terakhirnya saya membaca, 

Kata-kata yang saya ambil daripada status Nadina,
'Benar, perempuan yang menutup aurat tidak menjanjikan dirinya selamat daripada nafsu lelaki, tidak juga menjanjikan hatinya baik, dan benar ia tidak menjanjikan dirinya akan bahagia. Tetapi perempuan yang menutup aurat sudah menjanjikan dirinya bebas daripada dosa membuka aurat.' 

Pada ketika itu jugalah air mata saya mengalir seperti tidak akan mahu berhenti. Itulah status terakhir Maryam, dan apa yang saya bualkan dengan Nadina, terus kembali terulang di telinga.




SLIDE1